Berjuang Melawan Belenggu Inklusi


Oleh : Mahalasari (Penggerak Gusdurian Malang)

Berjuang untuk mewujudkan apa yang diinginkan merupakan dambaan setiap orang. Bisa mencapai apa yang dicita-citakan, hingga mewujudkan sesuatu hal yang bahkan mungkin dianggap kebanyakan orang mustahil sekalipun, menjadi sesuatu yang tidak tabu lagi bagi masyarakat kita. Terlebih bagi kita yang memiliki kondisi fisik normal, mereka akan melakukan apa saja yang ingin mereka wujudkan demi cita-cita yang diimpikan. Demikian juga bagi mereka yang memiliki kondisi fisik lain yang kurang beruntung (terbatas), bahkan mereka sekalipun memiliki impian yang ingin diwujudkan.
Jika kita bisa melihat lebih dalam lagi, begitu banyak orang-orang yang berhasil mewujudkan mimpinya justru berasal dari mereka-mereka yang memiliki kondisi fisik yang kurang beruntung seperti manusia pada normalnya. Bahkan, dengan bentuk fisik yang terbatas, mereka mampu meraih apa yang selama ini menjadi cita-citanya. Sehingga, kondisi fisik yang terbatas bukan suatu halangan untuk kita meraih mimpi-mimpi yang sudah sedari awal kita bangun. Namun yang sangat disayangkan, banyak pula masyarakat menganggap penyandang disabilitas sebagai kelompok lemah, terbelakang dan tidak bisa mandiri.
Tidak sedikit contoh-contoh yang merangkum berbagai macam keberhasilan para penyandang disabilitas, sebutan lain bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik, bahkan berhasil meraih piala dan penghargaan dari berbagai macam bidang yang mereka geluti. Sejarah membuktikan ada banyak tokoh penyandang disabilitas yang berhasil bahkan menjadi tokoh dunia. Sebagai contoh yaitu ada Helen Keller, dia seorang tuna netra dan tuna rungu pertama yang mendapatkan gelar sarjana seni. Walaupun memiliki keterbatasan, dia mampu meraih kejayaan seperti manusia normal, bahkan dia menjadi seorang penulis Amerika, aktivis politik, dan juga sekaligus sebagai dosen.
Selain Helen Keller, nama Albert Einstein juga merupakan sekian dari banyak tokoh dunia penyandang disabilitas yang berhasil menerobos isolasi karena keterbatasan yang dimilikinya. Menurut berita di berbagai media massa, Einstein muda sempat dianggap sebagai murid bodoh yang lambat dalam menyerap pelajaran. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh disleksia, sifat pemalu, atau bahkan karena strukutur yang jarang dan tidak biasa pada otaknya (diteliti setelah kematiannya).
Pendapat lain mengenai perkembangan mentalnya, bahwa Einstein diduga menderita Sindrom Asperger, sebuah kondisi yang berhubungan dengan autisme. Bahkan sejak kecil, Einstein menderita berbagai kelainan, namun hal ini tidak membuatnya menyerah. Melalui bantuan pamannya dalam ketertarikannya terhadap dunia intelek, pamannya memberikan usulan dan buku tentang sains dan matematika yang membuat Einstein terus belajar hingga dikenal sebagai ilmuwan terbesar abad 20, bahkan hingga sekarang namanya akan terus abadi. Tentunya masih banyak lagi tokoh-tokoh dunia lain yang menderita keterbatasan fisik, namun mampu menembus keterbatasan yang dimilikinya, seperti Agatha Christie, Franklin Delano Roosevelt, Jean Dominique Bauby, dan lain sebagainya.
Selain tokoh-tokoh dunia yang telah dipaparkan di atas, ada kisah penyandang disabilitas di dalam negeri sendiri yang mereka justru terlibat aktif di beberapa komunitas sosial sebagai guru ataupun volunteer di komunitas disabilitas yang dikelolanya. Dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya, tidak menyulutkan kobaran semangatnya dalam membantu sesama yang memiliki keterbatasan fisik tersebut. Mereka justru menaruh perhatian yang sangat dalam demi turut serta dan terlibat aktif mengembangkan keterampilan minat dan bakat penyandang disabilitas. Di antara tokoh tersebut yaitu Titik Isnaini yang mengelola serta salah satu tokoh yang mempelopori terbentuknya kelompok Sanggar Inklusi Tunas Harapan.
Berdasarkan penuturan Titik yang sekaligus sebagai pendiri PAUD Inklusi ini, sanggar inklusi terdiri dari para orangtua dan anak difabel. Dari kelompok sanggar yang telah terbentuk, Isnaini bersama teman-temannya mencoba menganalisis dan menelusuri sebenarnya permasalahan apa yang telah terjadi di sekitar lingkungan masyarakat. Ternyata, mayoritas dari masyarakat sekitar mereka belum mampu menerima kehadiran para penyandang difabel. Masyarakat juga belum mau mengakui bahwa para penyandang difabel ini juga memiliki hak untuk sekolah. Sehingga dari beberapa analisis masalah tersebut, muncul berbagai macam ide yang mengantarkan Isnaini membentuk kelompok sanggar tersebut. Selain itu, dari beberapa argumentasi yang ada, memunculkan statement bahwa Isnaini dan teman-teman harus memperbaiki kualitas pendidikan dari dasar.
Berbagai permasalahan yang ada, membuat pendiri PAUD Inklusi ini berinisiatif untuk melakukam sebuah perubahan. Sehingga pada akhirnya terbentuklah sebuah PAUD Inklusi Tersenyum dengan mengusung slogan ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’. Menurut penuturannya, lebih lanjut Isnaini mengatakan bahwa terbentuknya PAUD ini juga merupakan sebuah wujud balas dendamnya. Dalam artian, dia ingin melakukan sesuatu yang dulu tidak pernah bisa dia lakukan, meskipun bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk para penyandang difabel yang tergabung di PAUD miliknya.
“Saya mohon hargailah kami. Kami tidak pengen diistimewakan, tidak pengen dielu-elukan, enggak. Tapi ajarilah kami menjadi manusia yang barangkali akan lebih bisa membantu orang-orang di sekitarnya, dan dengan kesempatan yang njenenganberikan”, pesan Isnaini terhadap masyarakat.
Di samping itu, dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional yang jatuh pada tanggal 03 Desember 2017 lalu, kelompok YPAC Music Percussiondari Sekolah Luar Biasa (SLB) D Yayasan Pendidikan Anak Cacat Solo, Jawa Tengah tampil dengan sangat luar biasa memukau dan membuat haru hingga meneteskan air mata. Membawakan tema yang bertajuk ‘Inklusi Is Me’, Gebyar Difabel Internasional digelar oleh Prodi Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret Solo. Pertunjukan yang digelar, mendapatkan tanggapan yang positif, sehingga membuat masyarakat yakin dan percaya bahwa mereka yang menyandang difabel itu bisa melakukan sesuatu yang sebelumnya kurang mendapat apresiasi dari masyarakat sekitar.
Berbagai macam pertunjukan digelar, tidak hanya pertunjukan menyanyi dan bermain musik, para difabel juga unjuk kebolehan dalam berpantomim, fashion show, dan pertunjukan tari. Berbagai macam kreatif juga dipamerkan. Hal ini membuktikan bahwa para siswa SLB mampu berkarya layaknya anak-anak normal lainnya. Dengan adanya kegiatan ini, juga diharapkan masyarakat akan lebih terbuka dengan adanya kaum difabel, sehingga secara otomatis tidak memandangnya sebelah mata.
Sikap intoleransi memang tidak hanya terjadi dalam hal agama dan keberagaman saja, akan tetapi juga dalam hal kemanusiaan. Oleh sebab itu, sebagai masyarakat yang memiliki dasar ideologi negara yang disebut Pancasila dan mengusung semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sebisa mungkin berusaha untuk menghindari diskriminasi terhadap sosial kemanusiaan. Kita harus menghindari anggapan bahwa penyandang disabilitas adalah kaum yang lemah, terbelakang dan tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka mempunyai hak yang sama seperti manusia normal pada umumnya, seperti dalam bidang pendidikan, bersosialisasi dalam masyarakat, diterima di lingkungan kerja, serta mewujudkan cita-cita yang selama ini mereka impikan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Berjuang Melawan Belenggu Inklusi"

Posting Komentar