margin: 15px 0px 10px; max-width: 60px; outline: 0px; padding: 0px; transition: all 0.4s ease-out; vertical-align: baseline;">
Tokoh yang pernah menjadi gubernur South Carolina, Amerika Serikat (AS), itu memberikan tiga pilihan pada Saudi. Yakni, mengakhiri perang, mendanai krisis, atau melakukan dua-duanya. Tentu, opsi terakhir menjadi pilihan banyak pihak.
Sejak perang di Yaman mencuat pada 2015, 10 ribu orang tewas. Kemarin (5/9) Badan Kesehatan (WHO) PBB merilis data bahwa sejak April, 612.703 orang terhitung terinfeksi kolera dan 2.048 orang lainnya tewas karena penyakit tersebut. Sebanyak 7 juta orang juga terancam kelaparan serta kekurangan gizi.
Saudi menyatakan bahwa mereka telah memberikan bantuan ratusan juta dolar untuk program kemanusiaan di Yaman. Bahkan, Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman mendonasikan USD 66 juta (Rp 879,9 miliar) pada Juni lalu kepada Badan Urusan Anak (Unicef) dan WHO PBB untuk memerangi wabah kolera di Yaman.
Bantuan itu mungkin tak ada gunanya. Sebab, menurut berbagai lembaga kemanusiaan, mereka dipersulit untuk memasuki Yaman. Imbasnya, semua bantuan tertahan. Sejak di laut, kapal-kapal pengangkut bantuan itu dicegat kapal milik pasukan koalisi pimpinan Saudi. Riyadh berdalih bahwa mereka menghalangi pengiriman senjata yang akan diselundupkan ke kantong-kantong pemberontak Houthi.
Hampir seluruh akses bantuan ke wilayah utara yang dikuasai pemberontak Houthi dipersulit. Kapal pengangkut bantuan yang akan berlabuh di pelabuhan Al Hudaydah di Laut Merah diblokade. Alat untuk mengerek kontainer di pelabuhan tersebut juga dirusak.
Dua hal itu menyendat usaha pengiriman bantuan pangan. Selama ini, 80 persen impor pangan di Yaman masuk melalui pelabuhan tersebut. ”Kami mengalami masalah di akses (untuk mengirim bantuan, Red),” tegas Beasley.
Bukan hanya pelabuhan, akses beberapa bandara juga ditutup. Orang-orang yang sakit parah sulit mendapatkan perawatan di luar negeri. Ada daftar tunggu yang begitu panjang. Dokter-dokter yang menjadi relawan harus memutar otak sedemikian rupa untuk menyelamatkan pasien dengan obat-obatan yang terbatas.
Salah seorang tokoh yang menjadi korban adalah pendiri Palang Merah Yaman Abdullah Alkhames. Dia meninggal pada Kamis (31/8) setelah operasi jantung. Alkhames seharusnya menjalani operasi lanjutan di Jordania atau Mesir, tapi masuk daftar tunggu. Namun, karena penerbangan keluar masuk Yaman terbatas, nyawanya tak tertolong.
”Dia meninggal karena alasan yang sama seperti jutaan orang lainnya yang hidup menderita di Yaman,” ujar Juru Bicara International Committee of the Red Cross (ICRC) Timur Tengah Iolanda Jaquemet. (*)
(Reuters/RT/AlJazeera/sha/c16/any)
Sumber: jawapos.com
0 Response to "Akibat Ulah Saudi, 10 Ribu Warga Yaman Meninggal dan 7 Juta Orang Kekurangan Gizi"
Posting Komentar