Perkembangan Sains yang Memanusiakan Manusia


Oleh: Ilmi Najib

Era millenial abad ini bisa dirasakan ataupun dilihat dari berbagai sudut pandang. Akan tetapi, saya ingin melihat dari segi sains dan teknologi masa kini. Kemudahan terlihat begitu fantastis dengan berbagai macam kecanggihan dan perkembangan mesin yang maha dahsyat. Seperti yang kita ketahui bahwa sains dan teknologi memang sengaja dibuat untuk memudahkan manusia. Sehingga adanya perkembangan ini, kita bisa melewati ruang dan waktu, bahkan dunia tanpa harus bersusah payah terlebih dahulu, seperti yang bisa kita lihat dalam bentuk alat kecil yang berupa gadget. Melalui alat kecil yang canggih ini, kita bisa berkomunikasi dengan mudah serta mampu mendekatkan yang jauh sekalipun.
Demikian pula hubungan antara manusia dan Sang Penciptanya. Arus deras kemajuan sains, teknologi dan peridustrian yang eksploitatif dan nyata-nyata mendorong terlihatnya sikap moral yang egosentrisme finalistik, juga melanda kehidupan beragama dan keagamaan. Taraf kehidupan ini telah menjadi sedemikian dangkal, praktis dan pragmatis. Shalat dan bentuk-bentuk ibadah lainnya menjadi kosong tanpa ada nilai spirtualitas. Tidak ada konsistensi, konsekuensi, dan sinkronisasi antara ketaatan dengan ketakliman ke-Ilahian serta segala perilaku sosial maupun wilayah alam.
Jika kita mampu melihat lebih jauh lagi, di manapun tampak secara mencolok ketaatan dan ketakliman kepada Tuhan Sang Pencipta, tetapi lagi-lagi hal itu tidak diimbangi dengan tingkah laku adil terhadap sesama manusia dan alam sebagai sumber kehidupannya. Agama dan kepercayaan lain hanya diikuti dan disandang sebagai dekorasi diri dan bentuk ketinggian sosial, tidak ditumbuh kembangkan di dalam hati yang terdalam. Lebih celakanya lagi, agama sekadar difungsikan sebagai sarana penunjang demi memperoleh kemudahan dan kenikmatan hidup duniawi.
Demikianlah kemajuan pikiran dan sikap moral sebagai akibat perkembangan pengetahuan ilmu sains dan teknologi tanpa diiringi khazanah spiritualitas. Keinginan dan impulsi-impulsi psikis tidak terbendung dan merajalela tanpa batas dalam mengejar kepuasan hidup duniawi yang serba sementara, bahkan berujung pada manusia yang lupa akan kemanusiaannya.
Faktor-faktor keserakahan, kezaliman, kemiskinan, kepadatan penduduk, keterbelakangan pendidikan dan melemahnya iman, semuanya secara tumpang tindih menjadi penyebab terancamannya kelestarian eksistensi hidup dan kehidupan umat manusia, yang dalam waktu bersamaan mengancam pula keberadaan alam sebagai sumber hidup dan kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan perindustrian yang berdampak negatif itu disebabkan tidak lain karena ulah manusia sendiri.
Berbagai macam permasalahan yang berasal dari manusia, wajar jika harus berbalik kepada manusia. Tidak ada yang lain, musuh yang paling riil bagi manusia adalah manusia itu sendiri. Dengan kata lain, demi kebahagiaan, ketentraman, keadilan dan kemakmuran, maka tugas utama manusia adalah memerangi keserakahan, ketamakan, dan kezaliman. Hal ini dikarenakan teknologi dan perindustrian berasal dari ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu pengetahuan sendiri adalah turunan langsung dari filsafat. Maka secara sistematik dan bertahap, filsafat perlu bertanggung jawab terhadap sains dan teknologi.
Dalam disiplin ilmunya, saintisme merupakan kepercayaan bahwa sains dan positif serta teknik yang menyertainya dapat menyelesaikan segala persoalan kita. Akan tetapi di sisi lain sedikit tidak ada persoalan kemanusiaan di luar hal-hal yang telah diterangkan dan dipecahkan oleh sains itu sendiri. Sebagai contoh, dari perkembangan teknologi dan sains, banyak terjadi berbagai macam kerusakan alam yang berkaitan dengan perkembangan sains dan teknologi menyertainya. Mulai dari bom atom yang pernah menewaskan ratusan hingga ribuan nyawa manusia, bahkan ada pula teknologi pengolahan kayu dan sistem pertanian monokultur yang merusak lingkungan dan alam.
Dalam banyak kasus, kerusakan akibat perkembangan sains sendiri bisa dilihat bahwa sains juga perlu melihat esensi nilai sains yang lepas dari nilai spritual agama dan tidak berkhidmad kepada manusia. Bahkan sains sendiri sebenarnya perlu nilai spiritual yang dibawa dengan membawa manfaat ”Rahmatan Lil ‘Alamiin”, bukan berdiri sendiri dengan rakus dan ingin menguasai dunia. Pengembangan teknologi dan sains pada dasarnya manusia yang memiliki kelebihan dalam berfilsafat sehingga dapat menemukan sesuatu yang baru untuk memberikan kemudahan.
Spiritualitas sebenarnya adalah sebuah cara hidup tertentu yang membawa orang keluar dari ego pribadinya. Ia menyadari, bahwa dirinya bukanlah melulu identitas pribadi ataupun sosialnya, melainkan bagian dari alam semesta itu sendiri. Tidak ada keterpisahan antara ego pribadi dengan alam semesta yang maha luas, yang menjangkau dunia atom sampai dengan kumpulan galaksi nun jauh di sana. Spiritualitas membawa orang pada kerendahan hati, sekaligus melepaskan orang dari penderitaan.
Spiritualitas bersifat universal, ia tidak bisa diikat pada satu agama tertentu. Misal saja mengenai titik terdalam pemahaman sufi master Islam dengan biksu di Tibet adalah satu dan sama, titik pencerahan seorang Zen master di Jepang dengan pemahaman pandita Hindu di Bali adalah satu dan sama juga. Mereka semua sadar, bahwa segala sesuatunya terhubung dalam satu kesatuan jaringan yang maha luas yaitu Tuhan yang satu.
Jika kita lihat, penyakit kebudayaan barat yang dinamakan modernis ini menjungkirbalikkan hubungan antara sarana dan tujuan. Menurut perspektif barat, sarana telah menjadi tujuan, sehingga sains dan teknologi tidak disesuaikan dengan lingkungan dan alam, bahka tidak lagi mengabdi pada manusia. Melihat realitas yang sedemikian rupa, yang terlihat malah sebaliknya, manusia dan lingkungan telah ditundukkan oleh perkembangan sains dan teknologi yang otonom dan banyak menelan dimensi manusia yang lain.
Mari kita kembali pada pangkal pembawa keagamaan zaman ini, dan mencoba untuk menganalisa pembawa keagamaan masa kini. Selanjutnya, mari kita lihat apa yang mereka bawa. Agamawan seharusnya juga mengiringi perkembangan zaman untuk menggali nilai-nilai keagamaan yang lebih jauh sehingga dapat mengiringi dan menampilkan agama beserta sains yang “Rahmatan Lil Alamiin” yang sesuai perkembangan masa kini, bukan sekedar dengan dogma-dogma yang berangkat dari logika mistika. Dengan demikian, diharapkan mampu membawa semangat pengembangan sains dan teknologi berasaskan kemanusiaan.
Jangan sampai kembali pada masa abad pertengahan Eropa, di mana agama mengungkung ilmu pengetahuan. Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan atau kepercayaaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran keagamaan secara membabi buta. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu terhambat, pihak peribadatan (gereja) sangat mendominasi, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Di sisi lain, pihak gereja tidak memimikirkan martabat dan kebebasan manusia yang memiliki perasaan, keinginan dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri. Sehingga pada masa itu, perkembangan terlihat macet dan posisi agama tidak berperan untuk memulai dan mengiringi perkembangan.
Mari mengembangkan ilmu sains dan teknologi yang bermartabat, pengetahuan maju dan spiritualitas sebagai landasan hidup. Sehingga, peradaban bisa kita ciptakan tanpa adanya penindasan dan kesewenang-wenangan dari berbagai pihak yang emiliki kepentingan di dalamnya. Wallohu a’lam

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perkembangan Sains yang Memanusiakan Manusia"

Posting Komentar