HARUS INGAT JASA PAHLAWAN


HARUS INGAT JASA PAHLAWAN
Oleh: KH. M. Abdul Ghufron Al Bantani

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Salam Sejahtera
Rahayu


 Indonesia! kemerdekaan kita harus sungguh-sungguh mengingati sejarah-sejarah para pahlawan, jangan sampai dilupakan, detik demi detik,  hari demi hari bulan demi bulan tahun demi tahun kita selalu mengingati dan menjadi sejarah bukti nyata Indonesia, kita harus persatuan dan kesatuan sesuai dengan Bhinneka tunggal Ika, kita harus benar benar persatuan dan kesatuan ulama, umaro, tokoh-tokoh agama, lintas agama dan suku-suku dan budaya harus persatuan dan kesatuan.

 Kita mengingati sejarah, mudah-mudahan kita harus bersatu kebersamaan keyakinan kepada Allah SWT,. Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Polisi pun sama, marilah kita saling menjaga saling menghormati dan saling menertibkan bangsa negara Indonesia dan kita sama sama tanggung jawab untuk negeri kita yaitu negeri Indonesia, ingat merah putih Pancasila NKRI harga mati. 

 Sebagian besar orang pasti ingin menjadi pahlawan, setidaknya disebut pahlawan. Gelar pahlawan pun menjadi sesuatu yang membanggakan dan diperebutkan. Bahkan banyak orang menjanjikan hal-hal yang besar agar orang lain mau menerima dirinya sebagai pahlawan. Parahnya, mereka hanya ingin menyandang gelar pahlawan tapi tidak melakukan sesuatu pun yang berguna bagi orang lain. Pantaskah orang seperti itu disebut pahlawan?

 Pahlawan sejati adalah orang yang rela berkorban demi kepentingan orang lain. Dia akan melakukan apa saja untuk menolong orang yang membutuhkan bantuannya. Dia tidak akan memusingkan diri untuk memikirkan urusannya sendiri. Dia juga tidak akan menuntut pujian dan penghargaan dari orang lain atas apa yang dilakukannya.

 Untuk mendapat merdeka dari cengkraman bangsa penjajah, banyak para pendahulu kita yang rela mati mengorbankan harta, keluarga, perasaan, waktu, tenaga, pikiran dan bahkan nyawa. "Merdeka atau Mati" adalah jiwa mereka karena tidak rela dijadikan budak para penjajah yang kejam menindak bangsa Indonesia selama lebih dari 350 tahun.

 Oleh karena itu jangan disia-siakan seperti sekarang ini negara kita walah sudah lama merdeka tetapi tidak maju-maju dan bahkan bisa jadi masih dalam tangan penjajahan modern yang samar-samar. Jangan buat arwah para pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia menangis di alam sana yang melihat generasi pengisi kemerdekaan yang memalukan, tidak berguna dan tidak dapat diandalkan. Kalau mereka tahu masa depan negara ini mungkin mereka tidak akan mau berjuang dan lebih memilih jadi pecundang yang terus lari dari penjajah.

 Dengan demikian jelaslah bahwa kita sebagai generasi penerus perlu untuk mengisi kemerdekaan ini dengan sesuatu yang berguna yang dapat membuat para pahlawan bangga kepada kita. Hindari melakukan tindakan yang menjadikan kita pengkhianat bangsa, tidak tahu diuntung, generasi tidak berguna, hedonis, atheis dan lain sebagainya.

 Menghormati jasa pahlawan tentu bukan hanya “mengenang masa lalu” selama sehari dalam setahun. Kita harus berterima kasih pada para pahlawan, yang memungkinkan kita setiap hari menghirup suasana yang merdeka, dapat belajar dan bekerja dalam suasana kebebasan.  Salah satu manfaat dari ditetapkannya figur-figur pahlawan dan penghormatan atas mereka pada hari pahlawan ialah agar generasi-generasi berikut dapat memiliki contoh keteladanan dalam hidup bersama.

 Namun, bukankah zamannya sama sekali berbeda? Bukankah sekarang ini,  kita tidak lagi dijajah dan tidak dalam keadaan perang? Jadi, apa artinya meneladani para pahlawan? Sebagai bangsa merdeka yang hidup dalam suasana perdamaian, kita tetap dapat meneladani para pahlawan.  Untuk itu, kita melihat seorang pahlawan sebagai figur yang berhasil mengembangkan civic virtues (kebajikan seorang warga) dalam dirinya, sehingga rela mengorbankan kepentingan-diri bahkan hidupnya, dalam mengupayakan, mempertahankan atau membela kemerdekaan bangsanya. Maka dalam suasana kemerdekaan dan perdamaian seperti sekarang, kata kunci yang perlu digarisbawahi ialah civic virtue.

 Pertama-tama, kebajikan yang perlu ditumbuhkan dan dijadikan kebiasaan dalam kehidupan berbangsa ialah kemampuan memperlakukan warga-warga lain dalam masyarakat secara setara. Ini lebih-lebih perlu, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam ras, suku, beraneka agama dan kepercayaan, dengan pandangan tentang perilaku baik yang tidak sepenuhnya sama. Dalam diri setiap orang perlu ditumbuhkan solidaritas kebangsaan. Suku-suku dan komunitas-komunitas yang hidup dari Sabang sampai Merauke, dengan pelbagai latar belakang agama, kepercayaan dan kebudayaan masing-masing, harus kita pandang sebagai saudara-saudara sebangsa dan setanah air.  Kita harus mengembangkan kebiasaan untuk saling menghormati dan saling memperlakukan sebagai saudara, sebagai pihak-pihak yang berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Tawuran pelajar dan tawuran antar warga tak boleh terjadi lagi.

 Kedua, kita perlu membiasakan diri untuk menjalankan civic obligation (kewajiban warga) sebaik-baiknya.Kita tidak boleh membiasakan diri absen atau mewakilkan pada pembantu atau orang upahan pada rapat Rukun Tetangga, kerja bakti lingkungan atau giliran ronda Siskamling. Kita perlu berpartisipasi dan ikut mengawasi bagaimana politik dan penyelenggaraan urusan publik dijalankan di tingkat negara sampai lingkungan tempat tinggal. Tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh nurani, kita wajib memberikan suara dalam pelbagai Pemilu di negara Republik Indonesia yang semakin demokratis ini. Kita perlu membiasakan diri untuk memilih berdasarkan alasan bahwa figur yang kita pilih akan berbuat maksimal bagi kepentingan umum, bukan berdasar politik uang.

 Ketiga,  kita juga perlu membiasakan diri untuk menaati hukum, yang dibuat, dijalankan dan diawasi oleh figur-figur yang dipilih dengan kriteria komitmen pada kepentingan umum itu.  Kita harus meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang tampaknya sepele, semisal  naik kereta api tanpa bayar, melanggar aturan lalu lintas seenaknya, termasuk mengemudikan kendaraan tanpa SIM. Apa pun posisi kita, kita perlu meninggalkan kebiasaan yang tercermin dalam ungkapan “semua bisa diatur”.

 Negara, para pejabat negara dan para politisi mempunyai tanggung jawab besar untuk mewujudkan jiwa kepahlawanan di masa damai.  Mereka sendiri harus memperlihatkan perilaku yang dapat diteladani, bukan malah ramai-ramai bertindak korup, saling menyalahkan atau mengelak dari tanggung jawab. Banyak kebiasaan buruk harus ditanggalkan oleh polisi dan aparat pemerintah yang langsung berhubungan dengan rakyat. Untuk itu mereka harus diberi teladan oleh atasan langsung. Begitu seterusnya, hingga pejabat tingkat pusat, seperti anggota DPR, Presiden dan para menteri, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, harus bertanggung jawab tidak hanya atas perilaku mereka sendiri tetapi juga perilaku anak buah mereka.

 Dalam  lagu kebangsaan kita, terdapat kalimat  yang berbunyi “Di sanalah aku berdiri, jadi pandu Ibuku”. Pandu artinya penyuluh, penggerak, motivator, penuntun, penunjuk arah. Lagu kebangsaan ciptaan Wage Rudolf Soepratman ini dikumandangkan pertama kali di Kongres Pemuda II di Jakarta 1928. Para pesertanya adalah mereka yang oleh Robert van Niel disebut sebagai “elite Indonesia yang baru muncul”. Elite Indonesia yang baru muncul itu punya komitmen untuk menjadi pandu Indonesia.

Maka dalam Indonesia yang sudah merdeka, semakin demokratis dan semakin terpelajar ini, kita semua adalah pandu Indonesia. Kita semua wajib menumbuhkembangkan kebajikan warga di lingkungan kita masing-masing.

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya:”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (Q.S. At-Taubah: 41)

 Perlu diketahui, sesungguhnya kepahlawanan tidak hanya identik dengan mereka yang mempertaruhkan jiwanya dalam medan perang, tetapi ia lebih luas dari itu, bahkan kita mendengar sebuah istilah yang cukup masyur yaitu, “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Ungkapan tersebut adalah benar adanya, terlebih lagi dalam perspektif Islam yang memandang kepahlawanan sebagai sebuah nilai pengorbanan dan keteguhan jiwa demi kepentingan orang lain.

 Pondok pesantren UNIQ  terus menerus menulis terus menerus untuk menyatukan bangsa negara Indonesia, selalu mengingati dari Pondok Pesantren UNIQ untuk mengingati bahwa persatuan dan kesatuan itulah Indonesia, marilah kita bersam-asama kembali persatuan dan kesatuan itulah Indonesia, jangan sampai dilupakan sejarah sejarah Indonesia dan kita harus mengingati bahwa kita akan kembali lagi kepada Tuhan Yang Maha esa,  kita harus mengingati saling tolong menolong, saling persatuan dan kesatuan itulah Indonesia.


 Pondok Pesantren UNIQ di mana pun yang ada di Indonesia, serta seluruh bangsa Indonesia, mari kita berdo'a bersama sesuai dengan agamanya masing masing, agar Indonesia tetap Jaya, tetap dijaga oleh Allah, demi keselamatan bangsa dan negara Indonesia. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha esa selalu melindungi dan selalu menjaga untuk keselamatan negara Indonesia, mudah-mudahan Indonesia tidak ada musibah di maupun, musibah apapun demi keselamatan kita doa bersama demi keselamatan dunia dan akherat Salam Indonesia yang tercinta ini dan salam dari Pondok Pesantren UNIQ Indonesia.

Salam Jiwa Ulama Nusantara
Salam Jiwa NKRI
Salam Jiwa Merah Putih
Salam Jiwa Pancasila
Salam Jiwa Bhinneka Tunggal Ika
Salam Jiwa Rakyat Indonesia
Salam Jiwa Lintas Agama
Salam Jiwa Angkatan Darat (AD)
Salam Jiwa Angkatan Laut (AL)
Salam Jiwa Angkatan Udara (AU)
Salam Jiwa Polisi
Salam Jiwa Rindu Ghufron

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh;
Salam Sejahtera
Rahayu

Malang, Kamis, 25 Januari 2018.
Waktu : 20.50 WIB

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HARUS INGAT JASA PAHLAWAN"

Posting Komentar