Anies, Mahyeldi, dan Amal Jariah Pemilih Muslim

Kalau berita yang baru saja heboh membuat Anda tersenyum sumringah, maka selamat, itu tandanya masih ada iman di hati. Kabar tentang penutupan Hotel Alexis dan Griya Pijat Alexis yang tengah diburu oleh warganet. Apakah Anda termasuk yang senang?

Gubernur DKI Jakarta yang baru, Anies Baswedan, sudah mengkonfirmasi. Dikutip media, berikut ini pernyataannya dari Balai Kota, Senin 30 Oktober 2017: “Sudah habis. Otomatis, maka tidak punya izin lagi kemudian. Kan sudah habis, kemudian dengan begitu, tidak ada izin lagi, otomatis kegiatan di situ bukan kegiatan legal lagi. Kegiatan legal adalah kegiatan yang mendapatkan izin, tanpa izin, maka semua kegiatan di situ bukan kegiatan legal.”

Santer Alexis disebut-sebut sebagai tempat maksiat. Siapa yang bilang? Salah satunya adalah mantan Gubernur DKI Jakarta, Ahok. “Di hotel-hotel itu ada enggak prostitusi? Ada, prostitusi artis di mana? di hotel. Di Alexis itu lantai 7 nya surga dunia loh (prostitusi). Di Alexis itu bukan surga di telapak kaki ibu loh, tapi lantai 7,” ujarnya yang terekam dalam jejak digital.

Warga Jakarta maupun luar Jakarta sudah mafhum akan hal tersebut. Tetapi apa daya, selama ini belum ada yang bisa menindak tempat yang mengundang kemurkaan Allah swt itu. Dan rakyat tahu hanya pemegang kekuasaan yang bisa. Pada akhirnya, hari ini seorang Gubernur muslim menepati janji yang pernah ia nyatakan, menutup tempat maksiat terbesar di wilayah yang menjadi amanahnya.

Kiprah Anies mengingatkan saya pada Mahyeldi Ansharullah, walikota Padang. Mungkin jarang masyarakat luar Sumatera Barat yang mengenal sosok ini. Tapi ia pun pernah bersikap tegas terhadap perbuatan maksiat di kota yang ia pimpin.

Istilah “Payung Tenda Ceper” pernah terkenal menyimbolkan lokasi wisata Danau Cimpago Pantai Purus, Padang. Ceritanya, pernah di kawasan itu berdiri payung-payung tenda lebar yang didirikan oleh para pedagang. Payung-payung ini kalau hari masih senja, masih berdiri tinggi. Tapi kian malam ketinggian payung ini makin rendah, dan semakin rendah. Hingga kabarnya tinggi payung hanya cukup menaungi badan dua insan yang berbaring, dengan dua pasang alas kaki mencurigakan terletak di luar. Sedang apa orang di dalamnya? Ah, itu rahasia umum.

Lantas walikota Padang dari Partai Keadilan Sejahtera ini menindak tegas. Per tanggal 1 Januari 2015, melalui Gerakan Padang Bersih (Bersih Lingkungan dan Bersih Maksiat), dibabatlah payung-payung tempat maksiat itu, didukung segenap unsur (TNI, Polri, Pol-PP dan Organisasi Masyarakat) kota Padang. Setelah Pembongkaran, setiap harinya kawasan tersebut dijaga oleh SatPol PP. Dan di atas kawasan tenda ceper tersebut kini dibangun taman bunga yang indah.

Amal Jariah Pemilih Muslim

Tentu tidak cuma dua nama itu saja yang pernah tegas menindak kemaksiatan. Contoh lainnya adalah ibu Tri Rismaharini atau yang terkenal dengan sebutan bu Risma, walikota Surabaya. Ia pernah membongkar kawasan lokalisasi Dolly yang tersohor. Benarlah ungkapan Utsman bin Affan r.a.: “Sesungguhnya Allah bisa mencegah dengan kekuasaan apa yang tidak bisa dicegah dengan al-Qur’an “

Di balik sosok kepala daerah yang anti maksiat, ada pemilih muslim yang mengantar mereka kepada kekuasaan. Jangan dikira beberapa detik di bilik suara saat rakyat memilih pemimpin yang diyakini akan berbuat baik itu tidak akan menjadi sebuah amal (mari berbaik sangka kepada Allah swt). Pada keterpaksaan mengikuti prosedur demokrasi untuk memperbaiki negeri, ada amal jariah yang bisa diperbuat.

Dalam sistem yang berlaku di negara ini, kita bisa memeriksa track record serta janji-janji para kandidat yang bertarung di pilkada. Bila ada tokoh yang berjanji untuk sebuah kebaikan (seperti menutup Alexis yang dijanjikan pasangan Anies-Sandi) dan kita yakin tokoh itu akan menunaikannya, maka coblosan paku di kotak suara dan juga berbagai kampanye yang kita lakukan untuk meyakinkan orang lain adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar. Juga pada janji yang mereka laksanakan seperti membangun fasilitas umum, tempat ibadah, dll yang dinikmati oleh orang banyak, ada porsi keterlibatan kita yang semoga itu menjadi amal jariah.

Mendukung pemimpin yang shaleh adalah cara bertaqwa dalam sistem yang tidak ideal. “Dan bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun ayat 16). Dengan catatan, partisipasi kita memilih pemimpin yang baik itu tidak sampai merusak ukhuwah karena persaingan politik.

Tapi bila pemimpin yang dipilih kiranya mengingkari janji, rakyat yang memilihnya tak bisa diminta pertanggungjawaban karena manusia tak bisa mengetahui apa yang terjadi esok hari. Mereka hanya menghukumi berdasar apa yang tampak.

Jadi kini mari bergembira dengan kabar penutupan tempat maksiat. Sebagaimana kita hanya bisa mengingkari kemungkaran dengan lisan dan hati (tanpa punya kekuasaan di tangan), maka nyatakanlah kegembiraan itu. Hingga para pendukung maksiat keki. Sumber : Dakwatuna

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Anies, Mahyeldi, dan Amal Jariah Pemilih Muslim"

Posting Komentar