MusliModerat.net - Dalam diskusi publik dan bedah buku karya Dr Wijaya Herlambang, ‘Kekerasan Budaya Pasca 1965’, Tahun 2015 lalu di lantai 8 Gedung PBNU Jakarta, Ketua PP Lesbumi NU, KH Agus Sunyoto mengungkapkan, di daerah Trisula Blitar Jawa Timur warganya 100 persen PKI, tetapi tidak ada masyarakat yang berani datang untuk tahlil dan slametan ketika ada warga Trisula yang meninggal atau hilang, kecuali orang-orang NU.
“Saat keluarga PKI kehilangan orangtuanya dan ingin menahlilkan atau slametan keluarganya yang ditangkap (hilang atau dibunuh), tidak ada yang berani untuk datang karena takut dituduh PKI, maka yang berani datang adalah orang kampung sebelahnya
“Saat keluarga PKI kehilangan orangtuanya dan ingin menahlilkan atau slametan keluarganya yang ditangkap (hilang atau dibunuh), tidak ada yang berani untuk datang karena takut dituduh PKI, maka yang berani datang adalah orang kampung sebelahnya
yaitu orang-orang NU,” ujar Agus yang menjadi narasumber di acara tersebut.
Agus kembali menegaskan, meskipun para kiai dan warga NU banyak yang menjadi korban pembantaian oleh kelompok G30S/PKI, tetapi para kiai justru banyak mengurus janda dan anak yatim keturunan PKI yang keluarganya meninggal dalam konflik horisontal tersebut.
“Para kiai tidak politis, juga tidak terlalu ideologis, mereka paham kewajiban agama seperti apa dalam melihat janda dan anak yatim yang terlantar. Jadi murni kemanusiaan,” tegas Penulis Buku Lubang-lubang Pembantaian yang terbit tahun 1990 ini.
Agus mengungkapkan, bahwa di Blitar, anak-anak yang ayahnya dibunuh atau ditangkap karena tuduhan PKI, diangkat sebagai anak oleh para kiai. Bahkan ada kiai yang mengangkat anak keturunan PKI hingga 30 orang dan menyandang nama kiai di belakangnya. Di sekolahanpun orangtuanya adalah kiai tersebut.[nuo/mm]
Agus kembali menegaskan, meskipun para kiai dan warga NU banyak yang menjadi korban pembantaian oleh kelompok G30S/PKI, tetapi para kiai justru banyak mengurus janda dan anak yatim keturunan PKI yang keluarganya meninggal dalam konflik horisontal tersebut.
“Para kiai tidak politis, juga tidak terlalu ideologis, mereka paham kewajiban agama seperti apa dalam melihat janda dan anak yatim yang terlantar. Jadi murni kemanusiaan,” tegas Penulis Buku Lubang-lubang Pembantaian yang terbit tahun 1990 ini.
Agus mengungkapkan, bahwa di Blitar, anak-anak yang ayahnya dibunuh atau ditangkap karena tuduhan PKI, diangkat sebagai anak oleh para kiai. Bahkan ada kiai yang mengangkat anak keturunan PKI hingga 30 orang dan menyandang nama kiai di belakangnya. Di sekolahanpun orangtuanya adalah kiai tersebut.[nuo/mm]
0 Response to "Di Blitar, Anak-anak Keturunan PKI Diasuh dan Digembleng Kiai NU"
Posting Komentar