Tanggapan Untuk Muhammadiyah yang Terus Ngotot agar Full Day School Diterapkan

Oleh: Kyai Zahro Wardi

Penulis pernah berkirim surat terbuka untuk Mendikbud tertanggal 12 Juni 2017 tentang Penolakan Permendikbud soal Full Day School. Tulisan itu juga saya jadikan status FB, lumayan ada ribuan yg like dan Coment. Belum lagi ribuan yg membagikan, viral. Salah satu item pertimbangan penolakan FDS adalah penulis kawatir bila hal itu dipaksakan akan merenggangkan hubungan Muhamadiyah dan NU. Maklum, Muhajir Efendi adalah Muhamadiyah tulen dan militan, sementara kebijakannya mengobrak-ngabrik kemapanan salah satu sekmen Pendidikan NU, TPQ dan Madin Sore.
Penulis menerima puluhan bahkan ratusan kritik atas prediksi terjadi keretakan antar dua Ormas keagamaan terbesar di Indonesia itu. Katanya kebijakan itu tidak ada hubunganya dg Muhamadiyah dan NU.

Nah, belakangan apa yang terjadi??
Sungguh diluar dugaan penulis -apalagi para pengkritik- hubungan diantara keduanya tidak hanya retak, namun Terjadi Perang Kubro diantara keduanya. Tentu yg dimaksud disini adalah perang argumen, opini dan wacana. Maklum eranya memang era pena, era Medsos, era dimana tulisan bisa lebih menusuk dibanding pisau, lebih punya daya hancur dibanding bom atom.
Padahal FDS hanya ditunda pelaksanaanya Oleh fihak istana. Penulis sengaja tidak ikut-ikutan media yg lebih memilih bahasa dibatalkan. Sebab itu bahasa politik untuk meredam dan mengelabuhi fihak-fihak yg menentangnya. Penulis tidak bisa membayangkan reaksi seperti apa apabila FDS jadi dilaksanakan. Pasti tidak hanya perang opini dimedsos, tapi di alam nyata akan terjadi aksi yg memanaskan genderang perang itu.

Menarik bila mencermati "Kekecewaan" Muhamadiyah terhadap penundaan itu.
Berikut sebagian reaksi itu:

1. Salah satu petingginya bilang Pendidikan Madrasah Diniyah sore itu statusnya tidak ubahnya seperti "Kursus" Matematika, Fisika dan sejenis. Jadi bila pertimbangan dibatalkanya FDS karena hilangnya Madrasah Diniyah sore, nanti para pengelola kursus juga akan ikut2an menolaknya dg alasan yang sama
Ini jelas-jelas Penghinaan luar biasa terhadap eksistensi Madin dan TPQ. Bagaimana mungkin ucapan kotor itu keluar dari mulut seorang yg mengaku bertitel dan berpindidikan tinggi. Jabatan pun tidak main-main di Muhamadiyah.
Ketahuilah, sekalipun statusnya Nonformal Takmiliyah Pendidikan TPQ/Madin itu berjenjang. Ada aturan kurikulum yg harus dipenuhi. Ada aturan jam tatap muka. Ada pengajar. Jadwal pelajaran. Absen. Ujian tulis. Praktek ubudiyah. Hafalan. Rapot. Ijasah. Kepala TPQ/Madinnya. Struktur pengurus. Ada kualifikasi tertentu untuk mendapat pengakuan pemerintah untuk mendapat izin operasional. Ada wisuda di jenjang tertentu. Ada kualifikasi khusus untuk ijasahnya disetarakan dg pendidikan umum. Dst.
Begini kok anda bilang statusnya seperti "Kursus". Kelihatan betul anda belum pernah duduk dibancik TPQ/Madin.
Bicara kok Angger Njeplak. Tanpa Anda sadari, anda telah meremehkan pendidikan tradisional NU yg out put nya tidak kalah dg pendidikan "Wah" Muhamadiyah yg Anda banggakan.

2. Dalam pembelaanya, lagi-lagi petinggi Muhamadiyah berargumen bahwa Seharusnya yang dirugikan dg FDS itu Muhamadiyah, bukan NU. Sebab Muhamadiyah memiliki 24 ribu TK/ABA dan 15.500 sekolah SD dan Menengah termasuk Madrasah (Ketum Muhamadiyah Haedar, di UNMUH Surakarta, Senin 19/06/2017)
Logika berfikir anda dimana bung...
Riset Anda menggunakan pendekatan apa bapak yang terhormat??
Kalau bicara pendidikan agama dan keagamaan jangan pinjam data Diknas.
Silahkan pinjam data Kemenag Sie Pedepontren. Anda akan tahu dari ratusan ribu pendidikan TPQ/Madin sore nonformal itu, Muhamadiyah punya berapa persennya? 5% saja itu prediksi yg tinggi. Jadi jangan ngaco lagi lah. Ayo berargumen, tapi seharusnya pakai data dan logika yang lurus.
Data yang anda sebutkan itu kan pendidikan Formal, yang nantinya akan jadi obyek penerapan FDS. Yang danpaknya akan menggerus keberadaan Madin dan TPQ sore nonformal. Kelihatanya anda belum memahami persoalan.

3. Dalam siaran Pers Resmi yg dirilis Muhamadiyah, nyata-nyata bahwa Muhamadiyah tidak akan mundur sejengkalpun untuk tidak meng-undangkan FSD. Bahkan ia berharap akan keluar hierarki Peraturan lebih tinggi dibanding PerMendikbud, yakni Perpres. Tentu ini ekspansi nyata terhadap "Wilayah Pendidikan NU".
Patut ditunggu Reaksi Perlawanan NU saat diserang bila Perpres tentang FDS itu keluar.
Saya yakin NU sangat siap bila genderang perang itu ditabuh. Dan itulah karakter NU. Ia akan sangat menghormati dan toleran terhadap siapapun dan organisasi sah manapun, bahkan agama apapun selama adanya saling menghargai dan menghormati. Tapi NU bila pada titik kesabaran tertentu terus *Didlolimi* ia laksana macan yg dibangunkan dari kenyamanan tidurnya.

4. Ditengah-tengah gelombang penolakan yang luar biasa ternyata perlawanan penundaan dari Menteri Muhamadiyah itu luar biasa. Hal itu tampak dikeluarkanya Surat Undangan No 4026/D/TU/2017, Perihal Pembahasan Perjanjian Kerjasama. Kerjasama dimaksud adalah terkait kebijakan FDS yang akan diterapkan di tahun ajaran baru antara Pendidikan umum dengan Diniyah.
Bertempat di Ruang sidang Ditjen Dikdasmen Gedung E lantai 5 Komplek Kemendikbud- Jl Jendral Sudirman Senayan, hari Selasa tgl 20 Juni 2017 mengundang berbagai pemangku kebijakan di dunia Pendidikan bahkan perwakilan dari Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah.
Ini jelas sebagai bentuk "Penilaian Kerdil" terhadap masukan, penolakan dan aksi-aksi lain ditengah masyarakat terutama NU. Kelihatan betul arogansi mumpung berkuasa ditampakkan. Sifat2 seperti inikah yang diajarkan bapak-bapak yg terhormat saat sekolah dulu?? Diletakkan dimana sifat bijaksana itu kini?

Penutup:
Tulisan ini tidak bermaksud memperuncing suasana. Namun hanya sekedar mengingatkan "Para pengambil kebijakan Pendidikan", berhentilah untuk terus memaksakan penerapan FDS. Jadikan itu hanya satu pilihan diantara sekian model pengelolaan pendidikan. Biarlah hal itu diterapkan bagi lembaga pendidikan yg Sikon dan daerahnya memungkinkan. Ingat... Saat ini perseteruan bukan lagi antara NU vs Kemendibud, tapi sudah bergeser Muhamadiyah vs NU. Tentu kalau toh kebijakan itu akhirnya diterapkan NU tidak bisa menghalang-halangi, namun sejarah membuktikan setiap ada fihak yg Menjual ketidak adilan NU siap untuk membeli.
Wassalam Wr. Wb.

Dishare dari Kyai Zahro Wardi, dengan judul asli "
MUHAMADIYAH JUAL NU SIAP BELI"
Pengasuh PP Darussalam, Sumberingin, Trenggalek

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tanggapan Untuk Muhammadiyah yang Terus Ngotot agar Full Day School Diterapkan"

Posting Komentar