MusliModerat.net - Pernah kita dengar di suatu daerah ada sekelompok orang meneriakkan tuntutan agar selama bulan puasa segala warung dan tempat jual makanan dilarang buka di siang hari. Menurut mereka, itu demi menghormati bulan puasa dan kaum muslimin yang menjalankan puasa. Tak ada tanda-tanda ada yang ingat bahwa tidak semua muslimin wajib berpuasa. Bagaimana dengan musafir? Perempuan yang datang bulan?
Belasan tahun yang lalu, jauh sebelum reformasi dan lahirnya FPI, tiga orang kiyai Rembang, Kiyai Asfani Toha, Kiyai Kholil Bisri dan Kiyai Mustofa Bisri, bepergian ke Bangkalan, Madura, untuk menta’ziyahi seorang kiyai yang wafat di sana. Waktu itu bulan puasa. Berangkat dari Rembang menjelang shubuh, sampai di Bangkalan saat dluha. Yang pertama-tama dicari adalah warung untuk sarapan. Toh sejak shubuh tadi Kiyai Kholil dan Kiyai Mus sudah jedhal-jedhul rokoknya.
Setelah agak lama berkeliling, didapatilah sebuah warung sederhana, salah satu dari sedikit sekali warung yang buka. Perempuan penjaga warung itu terlihat membungkuk-bungkuk dibalik meja jualannya, entah sedang sibuk apa.
“Permisi!” salah seorang menyapa.
Perempuan itu mendongak dan mendapati tiga orang berkopiah putih lengkap dengan sorban. Seketika darahnya membeku. Wajahnya pucat pasi. Tanpa sepatah kata, perempuan itu menyincing tapihnya dan melompat kabur lewat pintu belakang!
Kiyai-kiyai Rembang itu terpaksa tetap menahan lapar sampai selesai ta’ziah, ba’da ashar hari itu. Entah mana yang lebih disesali: menyulut rokok atau memakai kopiah putih dengan sorban?
Disunting dari tulisan KH Yahya Cholil Staquf
Belasan tahun yang lalu, jauh sebelum reformasi dan lahirnya FPI, tiga orang kiyai Rembang, Kiyai Asfani Toha, Kiyai Kholil Bisri dan Kiyai Mustofa Bisri, bepergian ke Bangkalan, Madura, untuk menta’ziyahi seorang kiyai yang wafat di sana. Waktu itu bulan puasa. Berangkat dari Rembang menjelang shubuh, sampai di Bangkalan saat dluha. Yang pertama-tama dicari adalah warung untuk sarapan. Toh sejak shubuh tadi Kiyai Kholil dan Kiyai Mus sudah jedhal-jedhul rokoknya.
Setelah agak lama berkeliling, didapatilah sebuah warung sederhana, salah satu dari sedikit sekali warung yang buka. Perempuan penjaga warung itu terlihat membungkuk-bungkuk dibalik meja jualannya, entah sedang sibuk apa.
“Permisi!” salah seorang menyapa.
Perempuan itu mendongak dan mendapati tiga orang berkopiah putih lengkap dengan sorban. Seketika darahnya membeku. Wajahnya pucat pasi. Tanpa sepatah kata, perempuan itu menyincing tapihnya dan melompat kabur lewat pintu belakang!
Kiyai-kiyai Rembang itu terpaksa tetap menahan lapar sampai selesai ta’ziah, ba’da ashar hari itu. Entah mana yang lebih disesali: menyulut rokok atau memakai kopiah putih dengan sorban?
Disunting dari tulisan KH Yahya Cholil Staquf
0 Response to "3 Kyai Khos NU yang Berjuang Mencari Warung di Siang Hari bulan Ramadhan"
Posting Komentar